Kesan publik masih kuat terhadap pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, atau “Brigdir J”, yang dilakukan oleh Kepala Cabang Propam saat itu, Inspektur Jenderal Ferdy Sambo. Ada pula kasus polisi menggunakan gas air mata untuk menghadang suporter sepak bola pada 1 Oktober di Stadion Kanjuruhan, Malang, yang menewaskan lebih dari seratus orang.
Kini publik kembali dihebohkan dengan penangkapan Sumatera Barat. Kapolres yang baru saja dimutasi sebagai Inspektur Jenderal Kapolda Jawa Timur
Teddy Minahasa. Jenderal bintang dua itu diduga terlibat jaringan narkoba.
Kasus penangkapan Irjen Teddy, kata Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, berawal dari kasus narkoba yang diungkap Polda Metro Jaya. dan penangkapan tiga warga.
Perkembangan lain mengarah pada oknum polisi berpangkat Bripka dan Kompol bergelar Kapolri, mantan Kapolsek Bukitinggi, hingga dugaan keterlibatan Irjen Teddy. Atas dasar itu, Kepala Divisi Propam menjemput dan memeriksa Irjen Teddy Minahasa.
“Kasus dilakukan pagi ini (Jumat (14/10). Inspektur Jenderal TM dinyatakan sebagai tersangka pelaku, dibuat posisi khusus. Ancaman hukumannya adalah pemberhentian tidak hormat atau pemecatan,” kata Kompol Listyo.
Polda Metro Jaya mengumumkan bahwa 5 kg sabu yang didistribusikan Inspektur Jenderal Teddy Minahasa menargetkan Kampung Bahari, yang dikenal sebagai Kampung Narkoba di Jakarta. Dari 5 kg sabu, hanya 1,7 kg yang disalurkan ke Kampung Bahari. Sementara itu, polisi akhirnya menyita sabu seberat 3,3 kg.
Kapolri Listyo mendesak Kapolda Metro Jaya untuk melanjutkan kasus pidana ini dan mengimbau masyarakat untuk tidak ragu mengakui pelanggaran yang dilakukan oleh anggotanya, jika benar-benar ditemukan.
Anggota Komisi III DPR Aboe Bakar Alhabsyie mengatakan penangkapan Irjen Teddy Minahasa merupakan pukulan berat bagi institusi Polri. .
Menyusul kasus Ferdy Sambo, kasus narkoba ini akan semakin mengikis kepercayaan masyarakat terhadap desakan Polri.
Menurut dia, Presiden harus mengambil langkah serius untuk membersihkan institusi Polri dari pegawai yang melanggar. . Presiden, lanjutnya, juga harus mempertimbangkan kembali reformasi kepolisian dan pengawasan langsung untuk membangun kepercayaan publik dan internasional terhadap proses hukum di Indonesia.